A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat, dapat menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap kehidupan manusia, baik itu berkaitan dengan iptek itu sendiri, maupun terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dirasakan dunia ini semakin kecil sehingga setiap kejadian di tempat manapun dapat diamati dalam waktu yang sama di tempat yang lainnya, itulah yang dikatakan globalisasi. Dengan globalisasi dapat menimbulkan persaingan global bagi individu maupun kelompok. Masalah ini kalau dianggap secara positif akan mendorong individu maupun kelompok manusia untuk dinamis mencari alternatif pemecahannya.
Sebagai bagian dari masyarakat dunia secara internasional, negara dan bangsa kita tentu tidak dapat melepaskan diri dari situasi dan suasana peradaban dunia seperti digambarkan tadi. Namun demikian sesungguhnya kita telah memiliki strategi yang pasti untuk menjawab berbagai tantangan tadi, yakni dengan melaksanakan pembangunan nasional.
Secara individual, kita juga tidak dapat menutup diri dari dinamika dunia dewasa ini. Justru sebaliknya, kita dituntut untuk dapat menyikapi setiap gejolak atau perubahan yang terjadi di sekililing kita, dengan arif dan bijaksana.
Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Artinya pembangunan itu dilaksanakan dari, oleh dan untuk rakyat atau manusia itu sendiri agar martabat dan taraf hidupnya meningkat menjadi lebih baik. Dengan kata lain, sasaran akhir pembangunan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Sasaran ini memang sangat tepat, karena hanya manusia yang berkualitaslah yang diyakini akan mampu mengimbangi, mengatasi atau mengantisipasi setiap gejolak yang terjadi di sekelilingnya, baik dalam lingkup nasional, maupun internasional. Keyakinan tersebut berlandaskan kepadaa karakteristik pribadi manusia yang berkualitas, sebagaimana ditegaskan dalam GBHN 1993, yaitu:
Manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat, cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif produktif dan profesional, sehingga mampu mendayagunakan diri dan alam sekitarnya untuk kepentingan bangsa dan masyarakatnya, dengan tidak melupakan kepentingan dirinya sendiri.
Dengan bekal karakteristik-karakteristik inilah manusia dan masyarakat Indonesia diharapkan mampu menyikapi dinamika dunia dewasa ini, artinya mampu menangkal setiap pengaruh dan dampak bersifat negatif, mampu menghadapi setiap kendala yang dihadapinya, serta mampu memanfaatkan setiap peluang positif yang terbuka dihadapannya.
Sebagai salah satu dimensi pembangunan, tentu pendidikan pun tidak luput dari perhatian pembangunan. Bahkan, berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas manusianya, seyogyanyalah pendidikan mendapat porsi yang pertama dan utama, karena hanya pendidikanlah yang melaksanakan pembangunan secara langsung bersentuhan dengan unsur manusianya. Pendidikanlah yang memegang peranan utama dan tanggung jawab penuh atas lahirnya manusia-manusia berkualitas. Peran dan tanggung jawab tersebut, terletak pada upaya menyiapkan pribadi-pribadi anak didik, agar berkembang secara optimal, sesuai dengan potensinya masing-masing.
Kepedulian atas pembangunan pendidikan memang telah banyak diwujudkan. Segenap daya, dana dan sarana dikerahkan guna meningkatkan kualitas pendidikan, yang pada ujungnya bermuara pada satu tujuan yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Dalam lingkup nasional, pembangunan bidang pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana tersurat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu , cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab (2003 : 8).
Rumusan fungsi dan tujuan tersebut menggambarkan karakteristik umum manusia Indonesia yang diharapkan dapat dicapai melalui proses pendidikan.
Sekolah dasar sebagai sub-tingkat pendidikan dari keseluruhan penyelenggaraan pendidikan formal, bahkan sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan nasional, tentu mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Bahkan dilihat dari kedudukannya, sekolah dasar mempunyai peran dan tanggung jawab yang utama lagi karena dari tingkat inilah proses pendidikan berikutnya dapat berlangsung. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas sejauh mana dominannya peran dan tangung jawab sekolah dasar, dapat dilihat dari tujuannya sebagaimana ditegaskan
dalam Kurikulum Pendidikan Dasar , sebagai berikut:
Pendidikan Dasar yang diselenggarakan di Sekolah Dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar “Baca -Tulis -Hitung” pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP.
Rumusan tujuan tersebut dengan jelas menggambarkan bahwa pendidikan tingkat sekolah dasar merupakan proses pendidikan dasar yang akan membentuk dasar-dasar manusia Indonesia seutuhnya. Keberhasilan pendidikan pada tingkat ini akan sangat bermanfaat dan berpengaruh pada pembentukan manusia Indonesia pada pendidikan tingkat selanjutnya. Dalam kaitan ini, Ahadun Suryadana melalui tulisannya pada majalah BKW mengemukakan sebagai berikut:
Pendidikan tingkat sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan yang cukup menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional, karena proses pendidikan dasar adalah proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu terbentuknya dasar keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dasar budi pekerti dan kepribadian, dasar pengetahuan dan keterampilan, baik keterampilan baca, tulis dan hitung serta keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupannya di masa yang akan datang (1996 : 22).
Sampai di sini latar belakang masih berkisar pada idealisme dunia pendidikan yang menggantungkan keberhasilannya melalui rumusan-rumusan teoritis. Padahal fakta di lapangan tidak jarang berbicara lain. Tidak sedikit keluhan kita dengar, baik dari kalangan luar pendidikan maupun dari para pengelola pendidikan itu sendiri. Isyu yang sering kita dengar pada umumnya berkisar pada rendahnya mutu pendidikan kita dewasa ini.
Berkaitan dengan masalah rendahnya mutu pendidikan, sesungguhnya pemerintah telah menetapkan empat kebijakan dasar sebagai upaya peningkatan pendidikan, yaitu pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, relevansi pendidikan dengan dunia kerja, peningkatan kualitas lulusan serta efisiensi pendidikan.
Permasalahan rendahnya mutu pendidikan serta upaya-upaya peningkatannya, berlaku bagi semua tingkat dan jenjang pendidikan termasuk juga pendidikan di tingkat sekolah dasar.
Upaya peningkatan mutu pendidikan pada tingkat sekolah dasar, tentu perlu usaha kerja keras dari semua pihak yang terkait. Dalam kaitan ini, Ditjen Dikdasmen dalam bukunya, Peranan dan Fungsi PKG menegaskan: “Dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut tenaga kependidikan (pengawas, kepala sekolah dan guru) mempunyai peranan menentukan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Untuk itu kualitas profesi tenaga kependidikan dasar perlu ditingkatkan”.
Dari penegasan tersebut jelaslah bahwa yang memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar adalah pengawas, kepala sekolah dan guru.
Dengan tidak bermaksud melupakan peran-peran yang lainnya, serta sesuai dengan porsi pembahasan makalah ini, maka pembahasan berikutnya akan lebih dititikberatkan kepada peranan kepala sekolah dasar. Dalam hal ini kepala sekolah yang dimaksud adalah sebagai pemimpin pendidikan. Kepala sekolah yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan mutu pendidikan dewasa ini? Sejauh manakah peranan kepala sekolah dasar dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, kepala sekolah yang demokratiskah yang dapat meningkatkan mutu pendidikan?
Terlebih dahulu perlu dikenali apa saja yang menjadi tanggung jawabnya
dan garapan pokok seorang seorang kepala sekolah. Mengenai garapan pokok kepala sekolah dasar adalah “Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi, pembinaan tenaga kependidikan, pendayagunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan” (Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1990).
Sesuai dengan tanggung jawab tersebut, maka upaya penting dalam peningkatan mutu pendidikan yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dasar, selain mengoptimalkan unsur-unsur tanggung jawab lainnya, lebih diutamakan tentunya berusaha seoptimal mungkin agar keempat bidang tanggung jawab tadi yaitu: 1. pengelolaan kegiatan pendidikan, 2. pengelolaan administrasi sekolah, 3. pembinaan tenaga kependidikan, dan 4. pendayagunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, berlangsung secara lancar, tertib, efektif dan efesien.
Kepala sekolah dalam peranannya dalam lingkup pendidikan akan menemukan masalah yang menyangkut kepentingan pribadi, keluarga dan masyarakat atau kepentingan bersama.
Setiap masalah perlu dipecahkan untuk dapat diambil keputusan guna dijadikan pegangan dalam tindak selanjutnya.
Untuk mendapat gambaran yang lebih rinci mengenai peran-peran kepala sekolah yang demokratis dalam usahanya meningkatkan mutu pendidikan sekolah dasar, tentu memerlukan pengkajian lebih lanjut. Bertolak dari uraian tersebut, makalah ini secara khusus membahas peranan kepala sekolah demokratis dalam hubungannya dengan upaya peningkatan mutu pendidikan.
B. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan rumusan judul, pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan pendidikan demokratis
a. Pengertian kepemimpinan pendidikan
b. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
c. Pengertian demokratis dan tipe-tipe kepemimpinan
d. Kepala sekolah demokratis, syarat-syarat dan azasnya
2. Mutu pendidikan sekolah dasar
a. Pengertian, komponen-komponen dan kriteria-kriteria mutu pendidikan sekolah dasar
3. Peranan kepala sekolah dasar demokratis
a. Kelemahan kepala sekolah dasar sebagai faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan di sekolah dasar
b. Upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar.
C. Metode Pembahasan
Metode yang digunakan dalam pembahasan makalah adalah menggunakan metode deskriftif analitik, artinya masalah-masalah yang dibahas dideskrifsikan sebagaimana adanya berdasarkan fakta di lapangan, selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan.
D. Tujuan Penyusunan Makalah
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang peran dan tanggung jawab seorang kepala sekolah yang
demokratis dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami hal ikhwal kepemimpinan demokratis, terutama dalam kaitannya dengan peran kepala sekolah dasar;
b. Memahami konsep kerja kepala sekolah dalam hubungannya dengan upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar.
E. Sistematika Penulisan Makalah
Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang isi makalah ini, berikut ini diuraikan sistematika penulisannya:
Bab I pendahuluan, di dalamnya dibahas tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, metode pembahasan, tujuan penyusunan makalah dan sistematika penulisan makalah.
Bab II pembahasan makalah, didalamnya diuraikan tentang kepemimpinan pendidikan demokratis, dengan penjelasan tentang pengertian kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan, pengertian demokratis, tipe-tipe kepemimpinan, kepala sekolah demokratis, syarat-syarat kepala sekolah demokratis dan azas kepemimpinan demokratis; mutu pendidikan di SD diuraikan lagi di dalamnya, pengertian, komponen, dan kriteria mutu pendidikan di sekolah dasar; Peranan kepala sekolah dasar demokratis, di dalamnya terdiri dari kelemahan-kelemahan kepala sekolah sebagai penyebab rendahnya mutu pendidikan dan upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar.
Bab III kesimpulan dan implikasi, di dalamnya diuraikan tentang kesimpulan dan implikasi pembahasan dan pada akhir makalah dilengkapi juga dengan daftar pustaka yang digunakan sebagai dasar acuan.
BAB II
PERANAN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN DEMOKRATIS
DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
DI SEKOLAH DASAR
A. Kepemimpinan Pendidikan Demokratis
Masalah kepemimpinan sering kali muncul di dalam berbagai seminar maupun melalui tulisan dalam surat kabar dan majalah. Melalui makalah ini, penulis bermaksud mengungkapkan kembali pendapat dan masalah kepemimpinan sehubungan dengan kebijakan Pemerintah (Depdiknas) untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu kunci keberhasilan di dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan dan efektivitas pendidikan antara lain adalah peran kepemimpinan pendidikan di dalam mengelola pendidikan.
Istilah kepemimpinan pendidikan mengandung dua pengertian ialah pendidikan yang mengandung arti dalam lapangan apa dan dimana kepemimpinan itu berlangsung, dan sekaligus menjelaskan pula sifat dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh kepemimpinan itu; sedangkan pengertian kepemimpinan yang bersifat universal berlaku dan terdapat pada berbagai bidang kegiatan hidup manusia.
1. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Dalam percakapan sehari-hari kita sering mendengar istilah kepemimpinan, namun jika ditanyakan apa arti khusus dari istilah tersebut tentu yang ditanya tidak akan spontan menemukan jawabannya. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian kepemimpinan ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli antara lain:
Kepemimpinan atau biasa dikenal dengan nama lain “Leadership” adalah merupakan inti daripada manajemen yaitu sarana organisasi dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang telah ditargetkan. Berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ditargetkan dangat tergantung kepada pemimpin dan cara memimpinnya atau kepemimpinannya (laks. Sudomo dalam Siregar, 1992: 25-26).
“Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang diorganisir menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan” (M. Stogdill dalam Pupung Umar, 1992: 98).
“Kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak dari penggerak semua semua sumber-sumber, dan alat yang tersedia bagi suatu organisasi “(Sondang P. Siagian dalam Pupung Umar, 1992:98).
“Kepemimpinan dalam organisasi berarti penggunaan kekuasaan dan pembuatan keputusan-keputusan” (Robertdubin dalam Pupung Umar, 1992: 98).
“Pemimpin adalah individu di dalam kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan pengorganisasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok” (Fred E. Fiedler dalam Pupung Umar, 1992: 98).
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan itu adalah suatu kualitas kegiatan-kegiatan kerja dan interaksi di dalam kegiatan kelompok. Kepemimpinan merupakan sumbangan dari seseorang di dalam situasi kerja sama. Kepemimpinan dan kelompok adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Tak ada kelompok tanpa adanya kepemimpinan, dan sebaliknya kepemimpinan hanya ada dalam situasi interaksi kelompok. Seseorang tidak dapat dikatakan pemimpin jika ia berada di luar kelompok, ia harus berada di dalam suatu kelompok di mana ia memainkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan kepemimpinannya.
Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan pendidikan suatu kualitas kegiatan-kegiatan dan integrasi di dalam situasi pendidikan. Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
2. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
Dengan bertitik tolak pada kesimpulan tentang pengertian kepemimpinan yang bersifat umum, dimana makna kepemimpinan pendidikan merupakan penjurusan kepada satu bidang khusus daripada hakikat pengertian umum tentang kepemimpinan, maka dapatlah dipahami bahwa orang-orang yang tergolong pemimpin pendidikan jauh lebih banyak daripada yang diperkirakan semula.
Guru, kepala sekolah, kepala UPTD pendidikan dan tenaga teknisnya, semua tenaga teknis edukatif pada dinas pendidikan, adalah merupakan pemimpin pendidikan. Pada pokoknya setiap orang yang memiliki kelebihan dalam kemampuan dan pribadinya, dan dengan kelebihannya itu dapat mempengaruhi, mengajak, membimbing, mendorong, menggerakkan, dan mengkoordinasikan karyawan pendidikan dan ia tergolong kepada pemimpin pendidikan.
Dengan demikian maka pemimpin pendidikan itu dapat berstatus pemimpin resmi yang biasa disebut status leader atau formal leader. Kepemimpinan resmi dimiliki oleh mereka yang memiliki dan menduduki posisi dalam struktur organisasi pendidikan, baik karena diangkat secara resmi oleh pihak atasan atau yang berwenang maupun karena dipilih secara resmi menjadi pemimpin oleh anggota staf pelaksana pendidikan di tempat ia bekerja. Misalnya kepala sekolah adalah termasuk kategori resmi dan memiliki kepemimpinan resmi dilihat dari segi posisi dan sistem pengangkatannya.
Kepemimpinan tidak resmi dapat dimiliki oleh mereka yang dapat memberi teladan, mendorong ke arah kualitas kerja penyelenggara pendidikan dan pengajaran, meskipun di dalam hirarki struktur organisasi pendidikan mungkin ia tidak menduduki posisi pemimpin, kemampuannya itu semata-mata berasal dari kelebihan tertentu yang ada pada diri pribadinya dan bukan menduduki posisi pimpinan.
Seorang kepala sekolah atau seorang kepala UPTD Pendidikan sebagai formal leader lebih disegani, lebih ditaati petunjuknya mungkin semata-mata karena kedudukan yang resmi sebagai pemimpin, karena kekuasaan resmi yang ia miliki sebagai pemimpin resmi.
Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan ialah menciptakan suasana dan situasi belajar mengajar sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid-murid dapat belajar dengan baik. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki tanggung jawab ganda yaitu melaksanakan administrasi sekolah sehingga tercipta situasi belajar mengajar yang baik, dan melaksanakan supervisi sehingga kemampuan guru-guru meningkat dalam membimbing pertumbuhan murid-muridnya.
Sebagai pemimpin pendidikan kepala sekolah memiliki danmenghadapi tanggung jawab yang berat, untuk itu ia harus memiliki persiapan yang memadai. Karena banyaknya tanggung jawab maka kepala sekolah memerlukan pembantu. Ia hendaknya belajar bagaimana mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab sehingga ia dapat memusatkan perhatiannya pada usaha pembinaan program pengajaran.
Pekerjaan pemimpin pendidikan ialah menstimulasi dan membimbing guru-guru secara berkesinambungan sehingga mereka mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan perkembangan dan situasi. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang baik. Ini berarti harus dapat mengelola sarana dan prasarana pendidikan, pelayanan khusus sekolah dan fasilitas-fasilitas pendidikan lainnya sedemikian rupa sehingga guru-guru dan murid-murid memperoleh kepuasan dalam melaksanakan tugasnya.
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah bertanggung jawab atas perkembangan guru-guru secara berkesinambungan. Ia harus mampu membantu guru-guru mengenal kebutuhan masyarakat, membantu guru-guru membina kurikulum sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Ia harus mampu menstimulasi guru-guru untuk mengembangkan metode dan prosedur pembelajaran. Ia harus mampu membantu guru mengevaluasi program pendidikan dan hasil belajar peserta didik, ia harus juga mampu menilai sifat dan kemampuan guru, sehingga kepala sekolah dapat membantu meningkatkan kemampuan guru.
Untuk dapat melaksanakan tanggung jawab tersebut , kepala sekolah harus dapat memiliki pendidikan dan pengalaman bagi seorang pemimpin pendidikan.
3. Pengertian Demokratis
Kata demokratis berasal dari demokrasi, istilah ini telah sering kita dengar
baik dalam pembicaran sehari-hari maupun dalam lingkup pendidikan dan kenegaraan.
Secara harfiah demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan cratein yang berarti memerintah. Dengan demikian demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Abraham Lincoln (1808-1865) Presiden Amerika Serikat ke-16 menyatakan bahwa “Demokrasi itu adalah pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi suatu pemerintahan dikatakan demokrasi apabila kekuasaan ada di tangan rakyat dan segala tindakan negara ditentukan oleh kehendak dan aspirasi rakyat”.
Apabila memperhatikan uaraian tadi nampak jelas bahwa dalam kehidupan demokrasi aspirasi atau kehendak masyarakat menempati kedudukan yang sangat penting. Hal ini disebabkan di tangan rakyatlah kekuasaan berada, sedangkan pemerintah yang memperoleh kekuasaan dari rakyat sudah pasti harus benar-benar memperhatikan aspirasi rakyat sebagai pemegang kekuasaan tersebut.
Azas demokrasi yang dianut di negara kita adalah Demokrasi Pancasila yang mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. adanya persamaan
b. adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban
c. adanya kebebasan yang bertanggung jawab
d. mengutamakan persatuan dan kesatuan
e. bersifat kekeluargaan
Melihat pada prinsip-prinsip demokrasi pancasila di atas dan mengaitkan dengan tugas dan peranan kepala sekolah jelas benar bahwa prinsip-prinsip tersebut harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar.
Dalam melaksanakan tugas dan peranannya kepala sekolah tentunya meghadapi berbagai masalah, masalah tersebut diselesaikan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi pencasila.
4. Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan
Konsep seorang pemimpin pendidikan tentang kepemimpinan dan kekuasaan yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap pemimpin, tingkah laku dan sifat kegiatan pimpinan yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan yang dipimpinnya akan mempengaruhi situasi kerja, semaangat kerja anggota-anggota staf, sifat hubungan kemanusiaan di antara sesamanya dan akan mempengaruhi kualitas kerja yang mungkin dapat dicapai oleh lembaga pendidikan tersebut.
Bedasarkan konsep sifat dan sikap cara-cara pemimpin tersebut melakukan dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan ke dalaam empat tipe yaitu tipe otoriter, tipe laissez faire, tipe demokratis dan tipe pseudo demokrasi.
a. Tipe Otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian. Dalam kepemimpinan yang otoriter pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Kekuasaan kelompok yang otoriter hanya dibatasi oleh undang-undang. Penapsirannya sebagai pemimpin tidak lain adalah menunjukkan dan memberi perintah. Kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah dan mengajukan saran. Mereka harus patuh dan setia kepada pemimpin secara mutlak. Pemimpin yang otoriter tidak menghendaki adanya rapat atau musyawarah. Berkumpul atau rapat hanyalah untuk menyampaikan instruksi-instruksi. Setiap perbedaan pendapat di setiap anggota kelompoknya diartikan sebagai kepicikan, pembangkangan atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah diberikan. Dalam tindakan dan perbuatannya ia tidak dapat diganggu gugat, inisiatif dan daya pikir anggotanya sangat dibatasi, sehingga tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Pengawasan bagi pemimpin yang otoriter hanyalah berarti mengontrol, apakah segala perintah yang telah diberikan ditaati atau dijalankan denagan baik oleh bawahannya. Mereka melaksanakan inspeksi mencari kesalahan dan meneliti orang-orang yang tidak taat dan tidak percaya kepada si pemimpin, kemudian orang-orang semacam itu diancam dengan hukuman, dipindahkan atau dipecat dari jabatannya. Sebaliknya orang-orang yang berlaku taat dan patuh dapat menyenangkan pribadinya menjadi anak emas dan bahkan diberi penghargaan.
Kekuasaan yang berlebihan ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik, sikap asal bapak senang dan kecenderungan untuk mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan berlangsung. Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan oposisi atau menimbulkan sikap apatis, atau sifat-sifat pada anggota kelompok terhadap pemimpinnya.
b. Tipe Laissez Faire
Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk dari pimpinan. Kekuasaan dan tanggung jawab simpang siur, berserakkan secara tidak merata, di antara setiap anggotanya. Dengan demikian mudah terjadi kekacauan-kekacauan dan bentrokkan-bentrokkan. Tingkat keberhasilan organisasi semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan.
c. Tipe Demokratis
Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinan bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah kelompoknya. Hubungan dengan anggota kelompok bukan sebagai majikan terhadap buruhnya, melainkan sebagai kakak terhadap adik-adiknya atau terhadap saudara-saudaranya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha menstimulasi anggota-anggotanya agar bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan serta keamampuan kelompoknya.
d. Tipe Pseudo Demokratis
Tipe ini disebut juga demokrasi semu atau manipulasi diplomatik. Pemimpinan yang bertipe ini hanya tampaknya saja yang bersikap demokratis padahal sebenarnya ia bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai ide-ide, pikiran, konsep-konsep yang ingin diterapkan di lembaga yang dipimpinnya, maka hal tersebut didiskusikan dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa shingga pada akhirnya bawahan didesak agar menerima ide atau konsep tersebut sebagai keputusan bersama.
Jadi dengan uraian tesebut di atas pemimpin menganggap dirinya sebagai pemimpin yang demokratis, tetapi sebenarnya ia adalah pemimpin yang memanipulasi demokrasi, menganut demokrasi semu dan lebih mengarah pada kegiatan pemimpin yang bersikap otoriter dalam bentuk yang halus, samar-samar dan yang mungkin dilaksanakan tanpa disadari bahwa tindakan itu bukan tindakan pemimpin yang demokratis.
5. Kepala Sekolah Demokratis
Kepala sekolah yang demokratis menafsirkan kepemimpinan bukan sebagi diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya atau bawahannya. Hubungan dengan guru-guru dan penjaga bukan sebagai majikan terhadap buruhnya, melainkan sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya. Kepala sekolah yang demokratis selalu berusaha menstimulasi guru-gur dan penjaganya agar bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan bawahannya, dan mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan anggotanya.
Dalam melaksanakan tugasnya, ia mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran bawahannya. Juga kritik yang membangun dari para bawahannya diterima sebagai umpan balik dan dijadikan bahan pertimbangan dalam tindakan-tindakan selanjutnya. ia mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan dan menaruh kepercayaan pada bawahannya bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan bertanggung jawab. Kepala sekolah selalu berusaha memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan. Ia selalu berusaha membangun semangat bawahannya dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya. Disamping itu juga memberi kesempatan kepada bawahannya agar mempunyai kecakapan memimpin dengan jalan mendelegasikan sebagian kekuasaan dan tanggung jawabnya.
Kepala sekolah dalam menjalankan peran dan tugasnya akan menghadapi berbagai masalah yang menyangkut kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Setiap masalah perlu dipecahkan untuk dapat diambil keputusan guna dijadikan pegangan dalam tindakan selanjutnya.
Bagi kepala sekolah yag demokratis merundingkan masalah sudah merupakan kebiasaan ditempuh dengan cara berembuk dengan bawahannya untuk mendapatkan berbagai pemikiran yang dikemukakan oleh para bawahannya. Pendapat yang mula-mula berbeda-beda dibahas melalui pendekatan secara kekeluargaan yang lambat laun terjadi penyesuaian pendapat dan akhirnya dapat tercapai kata sepakat.
Kepala sekolah demokratis mempunyai asumsi bahwa musyawarah itu perlu sekali karena merupakan kesempatan untuk membuka isi hati setiap bawahannya untuk diketahui persamaan atau perbedaannya. Semua perbedaan itu diadakan pendekatan dengan semangat kekeluargaan.
Makna musyawarh untuk mencapai mufakat adalah untuk menyelesaikan masalah dengan keputusan yang sebaik-baiknya. Sehingga dalam pelaksanaan selanjutnya tidak banyak mendapat hambatan bahkan mendapat dukungan dari bawahannya dengan penuh tanggung jawab.
6. Syarat-Syarat Kepala Sekolah Demokratis
Untuk memangku jabatan kepala sekolah demokratis yang dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan memainkan perannanya sebagai pemimpin yang baik dan sukses, maka dituntut beberapa persyaratan jasmani,, rohani dan moralitas yang baik bahkan persyaratan sosial ekonomi yang layak. Akan tetapi dalam bagian ini yang akan dikemukakan adalah hanyalah persyaratan-persyaratan kepribadian dari seorang kepala sekolah yang demokratis. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Rendah Hati dan Sederhana
Seorang kepala sekolah janganlah besikap sombong atau merasa lebih mengetahui dari pada yang lainnya. Ia hendaknya lebih banyak mendengarkan dan berkata daripada berkata dan menyuruh. Kelebihan pengetahuan dan kelebihan kesanggupannya itu hendaknya dipergunakan untuk membantu bawahannya bukan untuk dipamerkan dan dijadikan kebanggaan. Dengan demikian bawahan akan mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri dan akan lebih banyak berusaha mempergunakan kesanggupannya sendiri.
b. Bersifat Suka Menolong
Kepala sekolah hendaknya selalu siap sedia untuk membantu bawahannya tanpan diminta bantuannya. Akan tetapi bantuan yang diberikan jangan dirasakan sebagai paksaan sehingga orang yang memerlukan bantuan itu justru menolaknya meskipun ia sangat membutuhkannya. Seorang kepala sekolah hendaknya selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan kesulitan-kesulitan yang disampaikan bawahan walaupun ia mungkin tidak dapat menolong bawahannya bahwa pemimpin tersebut benar-benar tempat berlindung dan pembimbingan mereka.
c. Sabar dan Memiliki Kestabilan Emosi
Seorang kepala sekolah hendaknya memiliki sifat sabar jangan cepat merasa kecewa dan memperlihatkan kekecewaannya dalam menghadapi kegagalan dan kesukaran dan sebaliknya, jangan lekas merasa bangga dan sombong jika bawahannya berhasil. Sifat ini akan memberikan perasaan aman terhadap bawahannya. Mereka tidak merasa dipaksa, ditekan atau selalu dikejar-kejar dalam menjalankan tugasnya. Mereka bebas membicarakan masalah-masalah di antara mereka sendiri dan dengan pemimpinnya. Mereka juga tidak akan lekas putus asa jika mendapatkan kesulitan.
Sifat tidak sabar pada kepala sekolah akan menghilangkan ketenangan kerja. Para bawahan akan merasa tertekan jiwanya sehingga hal ini tentu mempengaruhi hasil kerja mereka.
d. Percaya Kepada Diri Sendiri
Seorang pemimpin hendaknya menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada anggota-anggota atau bawahannya, percaya bahwa mereka akan dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya. Yang dipimpin harus merasa pula bahwa mereka mendapat kepercayaan sepenuhnya untuk melaksanakan tugas-tugasnya yang dipercayakan kepada mereka. Kepercayaan kepala sekolah seperti itu hanya ada pada diri seorang pemimpin yang mempunyai kepercayaan sepenuhnya kepada dirinya sendiri, percaya kepada kesanggupan sendiri. Kepala sekolah yang percaya kepada diri sendiri dan yang dapat meyatakan hal ini dalam sikap dan tingkah lakunya akan menimbulkan pula rasa percaya diri pada bawahannya. Kerjasama yang tidak didasarka atas rasa percaya dan mempercayai tidak akan membawa hasil yang memuaskan dan suasana saling mempercayai hanya dapat dihasilkan dari kepala sekolah yang cukup percaya kepada dirinya sendiri.
e. Jujur, Adil, Dapat Dipercaya
Sikap percaya pada diri sendiri pada bawahan akan timbul karena adanya kepercayaan mereka terhadap kepala sekolahnya. Karena mereka menaruh kepercayaan kepada pemimpinnya, mereka akan menjalankan kewajibannya dengan rasa patuh dan rasa tanggung jawab. Untuk menimbulkan sikap patuh yang demikian pemimpin harus patuh pula terhadap diri sendiri, ialah dengan selalu menepati janji, tidak cepat merubah haluan, hati-hati dalam mengambil keputusan dan teliti dalam melaksanakannya, berani mengakui kesalahan dan kekurangan sendiri. Dengan kata lain kepala sekolah hendaknya jujur, adil dan dapat dipercaya. Kepala sekolah hendaknya konsekuen terhadap bawahan dan dirinya sendiri, selalu berusaha agar sikap dan tindakannya tidak bertentangan dengan perkataan menjaga satu kata dengan perbuatan.
f. Keahlian dalam jabatan
Syarat-syarat yang telah diuraikan di atas semunya mengenai sifat-sifat watak pribadi yang sebagian besar adalah pengaruh faktor pembawaan dan lingkungan. Tetapi hal itu belum cukup. Untuk melaksanakan kepemimpinan harus dapat pula didasarkan atas keahlian yakni, keahlian dalam bidang pekerjaan yang dipimpinnya. Bagaimanapun besarnya kesediaan pemimpin untuk membantu bawahan dalam kesulitan-kesulitn pekerjaan tanpa mempunyai keahlian dalam bidang itu, tidak mungkin dia dapat memerikan bantuan. Bagaimana pemimpin dapat percaya kepada diri sendiri, suka menolong menimbulkan kepercayaan kepada orang lain tanpa didasarkan atas keahlian dalam jabatan itu. Tanpa keahlian seseorang tidak mungkin dapat menjadi pemimpin atau kepala sekolah akan tetapi jangan pula diartikan bahwa dengan hanya keahlian jabatan saja sudah tentu seseorang menjadi pemimpin yang baik. Dengan keahlian jabatan itu bukan saja dimaksud kecakapan dalam melaksanakan pekerjaaan, tetapi juga termasuk pengalaman dan penguasaan semua macam pengetahuan yang diperlukan untuk memperoleh dan menambah kecakapan kepala sekolah.
Adanya syarat-syarat kepala sekolah demokratis seperti yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa menjadi kepala sekolah bukan hanya memerlukan kesanggupan dan kemampuan saja, tetapi lebih-lebih lagi kemauan dan kesediaan memimpin.
7. Azas Kepemimpinan Demokratis
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber azas kehidupan bangsa kita. Hal itu dijabarkan dalam GBHN 1993. pelaksaaan pengamalannya berdasarkan penjelasan butir-butir pancasila yang terdiri dari 45 butir.
Azas kepemimpinan yang paling tepat bagi dunia pendidikan dan bahkan digunakan sebagai motto pendidikan, adalah sebagaimana dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantoro, dan lebih dari sekedar kita kenal yaitu :
a. Ing ngarso sungtulodo : di depan memberi teladan, contoh ;
b. Ing madyo mangun karso : di tengah memberi semangat;
c. Tut wuri handayani : di belakang memberi dorongan .
dan , karena telah lebih dari sekedar kita kenal tadi, kiranya di sini tak memerlukan penjelasan lagi.
Di samping azas tersebut di atas, perlu juga kiranya kita kemukakan sebuah azas lain yang berasal dari bahasa latin dikemukakan oleh Fuad Hasan sebagai berikut : “Seorang pemimpin , agar menjadi panutan massa harus berpedoman pada ; Patos artinya harus memberi kesan yang simpatik ; Etos artinya memegang teguh etika masyarakat ; dan Logos artinya berbicara dan bertindak berdasarkan logika, bukan berdasarkan janji bohong atau munafik” (1993 : 169).
Dengan memperhatikan kedua azas tersebut jelaslah bahwa seorang kepala sekolah yang demokratis harus memperhatikan dan mendayagunakan unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang dapat membantu menciptakan suasana pendidikan yang kondusif serta mampu menumbuhkembangkan unsur-unsur yang berasal dari luar (ekstrinsik) dalam menjalankan tugas dan peranannya.
B. Mutu Pendidikan Sekolah Dasar
Enam puluh dua tahun Indonesia merdeka merupakan kebanggaan yang diwarnai dengan semangat juang mempertahankan , mengisi kemerdekaan melalui pembangunan di segala bidang.
Pembangunan bidang pendidikan merupakan sektor penting dalam mewujudkan sumber daya manusia, melalui mutu pendidikan yang berkualitas diharapkan mampu menghadapi tantangan kemerdekaan. Dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut manusia untuk terlibat di dalamnya , dalam arti tinggal diam bukan masanya lagi. Maka untuk mengatasi permasalahan seperti tersebut, pemerintah telah berupaya berbagai cara, antara lain melalui berbagai perubahan sistem pendidikan. Perubahan sistem pendidikan yang digunakan di negara kita berpedoman pada tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masalah peningkatan mutu pendidikan sebenarnya telah menjadi trend global , artinya merupakan masalah yang berkembang di seluruh dunia termasuk di negara-negara maju. Bagi negara kita, upaya peningkatan mutu pendidikan, termasuk mutu pendidikan di sekolah dasar, telah menjadi tekad nasional. Dalam hal ini Dirjen Dikdasmen menegaskan :
Peningkatan mutu pendidikan khususnya di sekolah dasar merupakan fokus perhatian dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. … tenaga kependidikan khususnya kepala sekolah dan guru harus menunjukkan kompetensi yang meyakinkan dalam segi pengetahuan, keterampilan serta penguasaan tentang kurikulum, materi atau bahan pelajaran, metode mengajar, teknik evaluasi dan memiliki komitmen terhadap tugas serta memiliki disiplin yang tinggi ( 1995 : 1).
Pernyataan ini mengisyaratkan peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar merupakan pekerjaan yang harus diperhatikan secara seksama. Berkaitan dengan itu maka peningkatan mutu tenaga kependidikan (kepala sekolah dan guru ) harus diupayakan terlebih dahulu. Meningkatkan mutu tenaga kependidikan berarti meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya dalam melaksaanakan tugas, termasuk peningkatan disiplin.
1. Pengertian Mutu Pendidikan
Untuk memperoleh pemahaman yang memadai tentang mutu pendidikan , perlu ada rumusan pengertian yang jelas. Pengertian di sini bukan merupakan suatu yang statis , melainkan berupa konsep yang dapat berkembang sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman. Pengertian mutu pendidikan antara lain terdapat pada BKW no . 90 , yaitu : “Mutu pendidikan adalah merupakan kondisi suatu proses pendidikan yang berjalan baik yang akan dapat mencapai hasil yang maksimal dan mencapai tujuan pendidikan dengan prestasi baik. Baik dalam segi kognitif, afektif, maupun psikomotor “(Ahadun Suryadana, 1996 : 22).
Pengertian tersebut menekankan pada perolehan hasil belajar siswa sebagai tolok ukur mutu pendidikan. Artinya tinggi rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari prestasi belajar para siswanya.
Pengertian lain yang mengandung cakupan lebih luas dikemukakan oleh Ditjen Dikdasmen sebagai berikut: “ Kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efesien terhadap komponen- komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma / standar yang telah ditetapkan” ( 1996 : 8).
Rumusan ini jelas tidak hanya menitikberatkan kepada kegiatan belajar saja, tetapi lebih fleksibel dan meliputi seluruh komponen yang berkaitan dengan pendidikan. Unsur persamaan dari kedua pengertian tersebut adalah terletak dalam upayanya, yakni mengoptimalkan kegiatan pendidikan di sekolah dasar.
2. Komponen-komponen Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah dasar.
Beberapa komponen yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar adalah seperti yang dikemukakan oleh Ditjen Dikdasmen (1996 : 9 – 11) yang garis besarnya adalah sebagai berikut:
a). Siswa meliputi : Kemamapuan, lingkungan ( termasuk sosial, ekonomi budaya , geografis ) intelegensi , kepribadian , bakat dan minat ;
b) Guru, meliputi : Kemampuan , pendidikan, pengalaman kerja , beban belajar, sosial ekonomi, motivasi, komitmen, disiplin dan kreatifitas.
c) Kurikulum meliputi: Standar isi, kompetensi dan lulusan, program pembelajaran, Silabus pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran, metode, sarana dan sumber serta teknik evaluasi;
d Sarana dan prasarana pendidikan , meliputi : Alat peraga, labolatorium, perpustakaan, gedung dan perabot sekolah, ruang BP, ruang UKS, ruang TU dan ruang serba guna;
e) Pengelolaan sekolah meliputi : Pengelolaan kelas, guru, siswa, sarana dan prasarana ,kepemimpinan dan kedisiplinan;
f) Proses belajar mengajar meliputi : Penampilan guru, penguasaan kurikulum, penguasaan materi, penggunaan metode, penggunaan fasilitas atau alat pendidikan, penyelenggaraan proses belajar-mengajar termasuk evaluasi, pelaksanaan ko dan ekstrakurikuler;
g) Pengelolaan dana meliputi : Perencanaan (APBS dan sumber dana ) penggunaan dan laporan pertanggungjawaban;
h) Supervisi dan monitoring , meliputi: Kepala sekolah, pengawas dan pembina lainnya;
i) Hubungan sekolah dengan lingkungan , meliputi : Orang tua siswa, instansi pemerintah , dunia usaha, tokoh masyarakat, dan lembaga pendidikan lainnya.
3. Kriteria Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar
Proses pendidikan di sekolah dasar dapat dikatakan berhasil jika memenuhi kriteria-kriteria di bawah ini :
a). Personalia pendidikan, mulai dari kepala sekolah , guru kelas, guru mata pelajaran, dan personal lainnya memiliki tugas dan tanggungjawab penuh dalam mengemban tugasnya;
b) Terkoordinasikannya seluruh kegiatan dan terorganisasinya seluruh proses pendidikan (PBM, evaluasi, BP, pramuka, perpustakaan, UKS ) untuk diarahkan pada keberhasilan pendidikan ;
c) Tersedianya dan termanfaatkannya sarana dan prasarana pendidikan (alat peraga, alat olahraga, alat kesenian, dll.) untuk mencapai kelancaran proses pembelajaran dan pendidikan guna meraih prestasi;
d) Termanfaatkannya potensi sekolah , lingkungan masyarakat , murid, orang tua / wali murid, untuk membantu kelancaran proses pendidikan;
e) Tertibnya seluruh komponen administrasi sekolah/ pendidikan seperti : administrasi kemuridan, PBM, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana , persuratan dll;
f) Tercapainya tujuan pendidikan , baik tujuan kurikulum, tujuan yang menyangkut kebutuhan masyarakat dan tujuan yang menyangkut kebutuhan siswa itu sendiri. (Ahadun Suryadana,BKW No. 90, 1996-23).
Lebih fleksibel lagi, mutu pendidikan dapat dikatakan meningkat bila menampakan tanda-tanda operasional seperti ditugaskan oleh Ditjen Dikdasmen berikut ini: “ 1) Keluaran / lulusan sekolah yang relevan dengan kebutuhan masyarakat , 2) Nilai akhir sebagai salah satu alat ukur terhadap prestasi belajar siswa, 3) Prosentase lulusan yang dicapai semaksimal mungkin oleh sekolah tersebut, 4) Penampilan kemampuan dalam semua komponen pendidikan “ ( 1996 : 9).
Dengan memperhatikan kriteria-kriteria tadi, maka proses pendidikan suatu sekolah dasar dapat dikatakan bermutu atau sedang/ telah berusaha menciptakan situasi pendidikan yang bermutu, jika telah / sedang berusaha keras memenuhi kriteria-kriteria tersebut.
Ada atau tidak adanya usaha keras memenuhi kriteria tersebut bergantung pada ada tidaknya usaha keras tenaga kependidikan terkait, terutama kepala sekolah.
C. Peranan Kepala Sekolah Demokratis
Usaha meningkatkan mutu di sekolah dasar, berarti usaha yang sungguh-sungguh dalam mengatasi faktor-faktor merosot atau rendahnya mutu pendidikan, atau mengubah serta mengatasi penghambat menjadi faktor pendukung. Kegiatan peningkatan mutu pendidikan berarti mengatasi atau mengantisipasi berbagai persoalan yang dihadapi di sekolah tersebut. Dalam kaitan ini, kepala sekolah yang demokratis memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya, dalam rangka mencapai keberhasilan pendidikan dasar pada umumnya.
1. Kelemahan Kepala Sekolah Sebagai Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar.
Kecenderungan rendahnya atau menurunnya mutu pendidikan di sekolah dasar merupakan gejala negatif yang akan menghambat keberhasilan usaha pencapaian tujuan pendidikan nasional secara umum, maupun menghambat keberhasilan pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui beberapa faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan di sekolah dasar yaitu:
a) Kurangnya wawasan , kemampuan, dedikasi, loyalitas, dan tanggung jawab di kalangan kepala sekolah dasar terhadap tugas dan kewajibannya b) Kurangnya wawasan kemampuan, tanggung jawab, rasa mengabdi guru terhadap tugasnya dan kurangnya loyalitas guru kepada kepala sekolah dalam menjalankan proses pendidikan c) Tidak/ kurang terkoordinasi dan terpadunya kegiatan pendidikan di sekolah dasar ( Baehaqi dan Alimudin dalam Ahadun Suryadana , BKW, 1996 : 23-24).
Dari tiga faktor penyebab itu, jika dijabarkan, ternyata terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan yang kesemuanya bersumber dari lemahnya kepemimpinan kepala sekolah . Kekurangan atau kelemahan tersebut antara lain :
a. Kepala sekolah kurang memahami tugas dan wewenangnya sendiri dan kurang memahami tugas dan kewajiban anak buah atau bawahan;
b. Kepala sekolah kurang mampu membuat rencana kerja dan kurang mampu melaksanakan program kerja dalam proses pendidikan sehari-hari;
c. Kepala sekolah kurang disiplin dalam menjalankan tugas dinas sehari-hari serta kurang mampu memahami disiplin dan menanamkannya terhadap guru-guru , tenaga kependidikian lainnya serta terhadap murid-muridnya;
d. Kepala sekolah kurang mampu menjalankan fungsinya sebagai pemimpin dan kurang mampu memberikan teladan pada guru-guru , murid-murid serta masyarakat;
e. Kepala sekolah kurang mampu mengadministrasikan seluruh kegiatan pendidikan di sekolah yang menjadi tanggung jwabnya;
f. Kepala sekolah kurang mampu mengkoordinasikan dan mengintegrasikan pelaksanaan pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah;
g. Kepala sekolah kurang mampu menggunakan atau memanfaatkan seluruh sarana dan prasarana pendidikan ;
h. Kepala sekolah kurang mampu memanfaatkan potensi yang ada , baik di sekolah maupun di masyarakat;
i. Kepala sekolah kurang peduli terhadap kegiatan ko dan ekstra kurikuler;
j. Kepala sekolah kurang serius dalam menjalankan tugasnya sebagai penanggungjawab pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar;
k. Kepala sekolah kurang mampu memecahkan persoalan yang timbul diantara bawahannya.
Dan masih banyak lagu kekurangan atau kelemahan lainnya yang pada dasarnya bersumber pada rendahnya kualitas kepala sekolah , sehubungan dengan hal tersebut di atas ada yang menyatakan pemikiran sebagai berikut:
Hal yang lebih memperparah keadaan ini, adalah kepala sekolah di negara kita tidak disiapkan secara profesional untuk mengelola pendidikan / sekolah dan membina guru-guru. … baik kepala sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama , seharusnya mempunyai persyaratan yang dituntut sebagai pengelola pendidikan dan sekaligus manajer organisasi sekolah ( Nanang Fattah , 1993 : 163).
Tugas kepala sekolah memang kompleks, tetapi itu semua tidak akan dirasakan sebagai beban apabila ia memiliki komitmen yang mendalam terhadap tugasnya tersebut. Jika komitmen tersebut diwujudkan dalam bentuk curahan tenaga, waktu, dan fikiran yang optimal, hasilnya tentu akan jauh lebih baik.
2. Upaya Peningkatan Mutu di Sekolah Dasar.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar sebagaimana inti pembahasan makalah ini , kepala sekolah hendaknya harus berupaya meningkatkan, mengembangkan, memanfaatkan seluruh unsur yang terkait dengan pengelolaan pendidikan dan pengorganisasian sekolah. Unsur-unsur tersebut adalah : meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional guru , memanfaatkan lingkungan , sarana dan prasarana, , optimalisasi pengelolaan sekolah , melaksanakan supervisi, mengembangkan tes dan evaluasi dan meningkatkan hubungan sekolah dengan masyarakat. Berikut ini penjabaran tugas dan peranan kepla sekolah demokratis dalam meningkatkan dan mengembangkan tiap-tiap unsur tersebut, sebagaimana diuraikan Ditjen Dikdasmen (1996 : 12-43), yang intinya terdiri atas :
a. Peningkatan dan pengembangan kemampuan profesional guru meliputi :
1) Mendorong dan memotivasi guru untuk berusaha meningkatkan pendidikan formalnya.
2) Mengikutsertakan dalam pelatihan , penataran, pembinaan , kursus termasuk KKG dan KKKS.
3) Membantu membimbing dalam hal :
a) Penguasaan kurikulum
b) Pengerjaan administrasi kelas dan administrasi sekolah
c) Penguasaan dan penggunaan metode dan alat pelajaran
d) Pelaksanaan proses belajar mengajar
e) Pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan
f) Pelaksanaan program ko dan ekstra kurikuler
g) Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di kelas yang menjadi tanggung jawabnya dan pemeliharaan K 3.
b. Pemanfaatan, pemeliharaan lingkungan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan , meliputi:
1) Pemeliharaan lingkungan sekolah melalui K 5
a.) Keamanan : Menciptakan rasa aman dan tentram, bebas dari rasa takut, lahir maupun batin.
b) Kebersihan : Menjaga dan memelihara kebersihan, baik kebersihan pribadi maupun lingkungan sekolah, sebagai perwujudan dari sehat jasmani dan rohani serta sosial.
c) Ketertiban : Mewujudkan dan memelihara keteraturan dan disiplin, yang akan menimbulkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan, dalam tata letak, tata hidup dan tata pergaulan.
d) Keindahan : Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang sehat, indah dengan memadukan unsur buatan dengan ciptaan Tuhan yang dapat menimbulkan rasa estetis dalam kehidupan.
e) Kekeluargaan : Menciptakan situasi dan suasana kehidupan sekolah yang dijiwai tenggang rasa dan gotong royong yang berlandaskan silih asih, silih asah, dan silih asuh.
2) Memelihara, Meningkatkan, Mengembangkan dan Memanfaatkan Perpustakaan Sekolah
3) Menyediakan / menambah /melengkapi sarana dan prasarana pendidikan baik penunjang kurikulum maupun penunjang ekstra kurikuler.
4) Mengerjakan inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan
c. Optimalisasi Pengelolaan Sekolah meliputi:
1. Bersama-sama guru menyusun program kegiatan yaitu kegiatan harian, bulanan, semester, awal dan akhir tahun , UAS BN , Ulangan Tengah Semester , UAS dan UKK dalam RAPBS
2. Menyusun organisasi sekolah dan tugas guru
3. Penetapan prosedur dan mekanisme kerja
4. Melaksanakan supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan
5. Menerapkan dan memantapkan disiplin sekolah bagi kepala sekolah, guru dan siswa.
6. Menertibkan efektifitas dan efesiensi penggunaan dana
d. Pelaksanaan Supervisi, meliputi :
1. Menyusun program supervisi meliputi: menentukan tujuan dan sasaran supervisi, menentukan metode dan teknik supervisi yang relevan
2. Melaksanakan pembinaan dalam supervisi
3. Menggunakan alat supervisi/pembinaan yang relevan
e. Pengembangan tes dan evaluasi belajar, meliputi menetapkan tes dan evaluasi belajar, membantu dan membimbing guru dalam meningkatkan kemampuan dan memahami prinsip-prinsip dasar penilaian.
f. Peningkatan hubungan sekolah dengan masyarakat, meliputi :
1) Hubungan sekolah dengan orang tua siswa
a) Bersama masyarakat menyusun organisasi komite sekolah
b) Menjalin komunikasi yang harmonis antara sekolah dan masyarakat serta orang tua.
c) Menyampaikan informasi seluas-luasnya tentang program sekolah kepada orang tua
d) Melakukan kunjungan rumah dan mengusahakan agar orang tua siswa mau berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah.
2) Hubungan sekolah dengan instansi terkait, meliputi:
a) Membina hubungan baik dengan instansi terkait , seperti Desa, Puskesmas, Kecamatan, Polsek, Koramil dan LPM/ BPD dan lainnya.
b) Mengadakan kunjungan ke instansi terkait
c) Mengundang pejabat instansi terkait dan mengusahakan jalinan peran serta instansi terkait kepada sekolah , serta menegakan disiplin memelihara keamanan , memelihara kesehatan dan sebagainya.
3) Hubungan sekolah dengan dunia usaha dan tokoh masyarakat meliputi:
a) Melakukan kunjungan ke perusahaan untuk menambah wawasan siswa.
b) Mengundang tokoh masyarakat yang berhasil untuk memberikan ceramah di sekolah.
c) Mengusahakan dunia usaha dan tokoh masyarakat bersedia menjadi nara sumber.
4) Hubungan sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya, meliputi :
a) Mengadakan kunjungan antar sekolah (studi banding )
b) Mengusahakan jalinan informasi timbal balik dengan lembaga pendidikan setingkat di atasnya.
Meningkatkan mutu pendidikan memang bukan perkara sulit untuk diucapkan tetapi berat untuk diimplementasikan. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi tertentu semua itu akan bermuara pada kepemimpinan kepala sekolah dalam memainkan kompleksitas peranannya. Salah satu alternatifnya adalah dengan kepemimpinan kepala sekolah demokratis.
BAB III
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Dengan mengkaji pembahasan makalah ini dan memperhatikan kompleksitas peranan kepala sekolah, dapat disimpulkan bahwa peran-peran kepala sekolah yang demokratis dalam meningkatkan mutu pendidikan , khususnya di lingkungan sekolah dasar adalah sebagai berikut:
1. Memberikan teladan dan panutan yang baik bagi guru-guru dan murid-muridnya;
2. Menertibkan pengelolaan administrasi , supervisi, dan evaluasi pendidikan;
3. Menerapkan dan meningkatkan kualitas disiplin, baik dirinya sendiri, guru-gurunya maupun murid-muridnya;
4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan pendidikan, terutama kegiatan belajar mengajar;
5. Menertibkan pengorganisasian lembaga pendidikan serta mengefektifkan penggunaan dana-dana operasional pendidikan;
6. Melengkapi sarana dan prasarana serta peraga pendidikan;
7. Meningkatkan dan menertibkan pelayanan perpustakaan sekolah;
8. Mengefektifkan program dan pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan , baik bagi guru maupun murid-muridnya;
9. Memotivasi guru-guru dan murid-muridnya untuk selalu berupaya menambah wawasan keilmuannya terutama yang bermanfaat bagi kehidupannya di dunia maupun diakhirat kelak;
10. Menjalin hubungan timbal balik yang baik anatara sekolah dengan orang tua siswa, instansi terkait, dunia usaha, tokoh masyarakat, dan lembaga pendidikan lainnya;
11. Menggalang terwujudnya lingkungan sekolah yang asri melalui pemeliharaan dan peningkatan kemanan , kebersihan ketertiban dan keindahan;
12. Mengefektifkan pelaksanaan kegiatan ko dan ekstrakurikuler serta kegiatan lainnya yang positif dan mengandung nilai-nilai pendidikan;
13. Berusaha menyelesaikan permasalahan yang timbul di antara kepala sekolah dengan guru-guru, guru-guru dengan guru-guru dengan prinsip musyawarah untuk merncapai mufakat;
14. Pendekatan demokratis sangat layak untuk organisasi dengan para anggota dari kalangan profesional , yakni mereka yang memiliki kemampuan teknis dan keterampilan , mereka memiliki otoritas dalam keahliannya . Organisasi sekolah harus dikelola oleh kalangan-kalangan profesional, karena siswa memerlukan pembinaan dan pelayanan dari mereka yang memiliki otoritas dalam bidangnya.
B. Implikasi
Dengan menelaah hasil pembahasan makalah dan dari beberapa sumber bacaan tentang kepemimpinan demokratis, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan yang berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah, antara lain :
1. Untuk menjadi pemimpin yang demokratis itu ternyata tidak mudah. Demikian pula halnya dengan kepala sekolah, dalam konteksnya sebagai pemimpin ia harus menguasai berbagai kriteria kepemimpinan serta mampu mempraktikannya dalam struktur kepemimpinannya ;
2. Dalam suasana demokratis , guru dapat mengembangkan berbagai kebijakan untuk melakukan ujicoba , baik dalam pengembangan implementasi kurikulum, strategi, assignment serta evaluasi, sehingga inovasi dan kreatifitas mereka selalu memperoleh tempat , dan tidak selalu menunggu instruksi serta pengarahan dari kepala sekolah, karena kepala sekolah bukan seorang superman, dia hanyalah fasilitator yang dapat memberi peluang untuk semuanya berkembang;
3. Mutu pendidikan akan meningkat apabila dikelola oleh tenaga kependidikan yang profesional. Hal ini mengisaratkan kepala sekolah hendaknya selalu berusaha meningkatkan kemampuan profesionalnya baik melalui kualifikasi pendidikaan maupun pendidikan non formal;
4. Meningkatkan mutu pendidikan merupakan persoalan bersama. Namun pada kondisi tertentu kepala sekolahlah yang menjadi tumpuan keberhasilannya. Dalam hal ini ia selalu berupaya memfungsikan peranannya seoptimal mungkin, demi tercapainya tujuan pendidikan;
5. Untuk menjadi kepala sekolah yang demokratis yang dapat meningkatkan mutu pendidikan memerlukan kerja keras , pengertian, pengabdian, tenggang rasa, lapang dada, dan memiliki kestabilan emosi dalam menjalankan tugas dan peranannya yang kompleks itu.
6. Model kepemimpinan kepala sekolah demokratis sangat prosfektif untuk berbagai perubahan ke depan, karena guru dapat memberikan kontribusi pemikiran-pemikirannya untuk formulasi berbagai kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah, Dasim. 1995. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan . Bandung : Epsilon Grup.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . 1993.Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Fattah, Nanang. 1993. Masalah Manajemen Sumber Daya dalam Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Pada Pembangunan Jangka Panjang. Jakarta : Jurnal Pendidikan No: 9.
GBHN. 1993. Garis-Garis Besar Haluan Negara. Solo : Media Pelajar.
Hasan, Pupung Umar. 1992. Kepemimpinan Pendidikan. Bandung : Angkasa.
Hanafiah. 1994. Tantangan dan harapan Globalisasi. Bandung : Suara Daerah 303
Hassan, Fuad 1993. Eksistensialisme dan Emosi Manusia.Jakarta : Pustaka jaya.
Meriawan, Danny. 1993 Pengelolaan Penyelenggaraan Sekolah Dasar. Jakarta : Jurnal Pendidikan No. 9.
Mataheru, Frans. 1982. Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Nawawi, Hadari . dkk. 1993.Kepemimpinan yang Efektif. Jogyakarta : UGM Press.
Risdianto, Waryo. 1994. Alternatif Swasta dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan . Bandung : Suara daerah 303.
Rosyada, Dede . 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Prenada Media : Jakarta.
Rusyan, Tabrani . 1992. Pendidikan Masa Kini dan Mendatang. Jakarta : Bina Mulia.
…………………1992. Strategi Penerapan Kurikulum di Sekolah. Jakarta : Bina Mulia.
Sambas, Halim 1995. Memahami Asfek Supervisi Sebagai Bagian dari Tugas Kepala Sekolah . Bandung : Suara Daerah No. 293.
Sendjaya, A.R. 1994. Demokrasi Pancasila. Bandung : Lubuk Agusng.
Siregar, Evendhy M. 1994. Bagaimana Menjadi Pemimpin yang Berhasil. Jakarta : Yayasan Mari Belajar.
Suryadana , Ahadun. 1996. Fungsi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Bandung : BKW No. 90/X.